JAS MERAH, JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH

 Jas Merah: Jangan sekali-kali melupakan sejarah

INILAH SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA

Video: Tentang PKI by Hasyim Muzadi (Ketua Umum PB NU periode 2004-2009; 2009-2014)


31 Oktober 1948:  Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumorejo Kabupaten Ponorogo. Sedang MH. Lukman dan Nyoto pergi melarikan ke pengasingan di Republik Rakyat China (RRC).

Akhir November 1948: Seluruh pimpinan PKI Muso berhasil ditangkap dan dibunuh, dan seluruh daerah yang semula dikuasai PKI berhasil direbut, antara lain: 

(1). Ponorogo, (2). Magetan,  (3). Pacitan, (4). Purwodadi,  (5). Cepu, (6). Blora, (7). Pati, (8). Kudus, dan lainnya.

19 Desember 1948: Agresi Militer Belanda ke-2 ke Yogyakarta.

Tahun 1949: PKI tetap tidak dilarang, sehingga tahun 1949 dilakukan Rekontruksi PKI dan tetap tumbuh berkembang hingga tahun 1965.


Awal Januari 1950: Pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, dan Trenggalek melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka PKI dan mengidentifikasi para korban. 

Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 kerangka mayat yang 68 dikenali dan 40 tidak dikenali, sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 Kerangka Mayat yang semuanya berhasil diidentifikasi. 

Para Korban berasal dari berbagai Kalangan Ulama dan Umara serta Tokoh Masyarakat.

Tahun 1950: PKI memulai kembali kegiatan penerbitan Harian Rakyat dan Bintang Merah.


6 Agustus 1951: Gerombolan Eteh dari PKI menyerbu Asrama Brimob di Tanjung Priok dan merampas semua Senjata Api yang ada.

Tahun 1951: Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit) memimpin PKI sebagai Partai Nasionalis yang sepenuhnya mendukung Presiden Soekarno sehingga disukai Soekarno, lalu Lukman dan Nyoto pun kembali dari pengasingan untuk membantu DN Aidit membangun kembali PKI.

Tahun 1955: PKI ikut Pemilu Pertama di Indonesia dan berhasil masuk empat Besar setelah MASYUMI, PNI dan NU.


8-11 September 1957: Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan dengan menghasilkan Fatwa (Deklarasi) Mengharamkan Ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pelarangan PKI dan semua Mantel organisasinya, akan tetapi ditolak oleh Soekarno.

Tahun 1958: Kedekatan Soekarno dengan PKI mendorong Kelompok Anti PKI di Sumatera dan Sulawesi melakukan koreksi hingga melakukan Pemberontakan terhadap Soekarno. Saat itu MASYUMI dituduh terlibat, karena Masyumi merupakan MUSUH BESAR PKI.

15 Februari 1958: Para pemberontak di Sumatera dan Sulawesi Mendeklarasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), namun Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan dipadamkan.


11 Juli 1958: DN Aidit dan Rewang mewakili PKI ikut Kongres Partai Persatuan Sosialis Jerman di Berlin.

Agustus 1959: TNI berusaha menggagalkan Kongres PKI, namun Kongres tersebut tetap berjalan karena ditangani sendiri oleh Presiden Soekarno.


Tahun 1960: Soekarno meluncurkan slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU, dan PKI. 

Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.


17 Agustus 1960: Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI Nomor 200 Tahun 1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang "PEMBUBARAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)" 

Dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam Pemberotakan PRRI, padahal hanya karena ANTI NASAKOM.

Medio Tahun 1960  Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa PKI semakin kuat dengan keanggotaan mencapai 2 Juta orang.


Maret 1962: PKI resmi masuk dalam Pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.

April 1962: Kongres PKI.

Tahun 1963: PKI Memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara” melawan Malaysia.

10 Juli 1963: Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI Nomor 139 tahun 1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi hanya karena ANTI NASAKOM.

Tahun 1963: Atas desakan dan tekanan PKI, Soekarno membiarkan penangkapan tokoh-tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain: 

1. KH. Buya Hamka, 

2. KH. Yunan Helmi Nasution, 

3. KH. Isa Anshari,

4. KH. Mukhtar Ghazali, 

5. KH. EZ. Muttaqien, 

6. KH. Soleh Iskandar, 

7. KH. Ghazali Sahlan dan

8. KH. Dalari Umar.

Desember 1964: Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.

6 Januari 1965: Atas desakan dan tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI Nomor 1/KOTI/1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah Memfitnah PKI.

13 Januari 1965: Dua Sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) Menyerang dan Menyiksa Peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri,  sekaligus melecehkan Pelajar Wanitanya, dan juga *merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injak

Awal Tahun 1965: PKI dengan 3 Juta Anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. 

PKI memiliki banyak Ormas, antara lain SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).

14 Mei 1965: Tiga Sayap Organisasi PKI yaitu PR, BTI dan GERWANI merebut Perkebunan Negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dengan menangkap dan menyiksa serta membunuh Pelda Soedjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.

Juli 1965: PKI menggelar Pelatihan Militer untuk 2000 anggotanya di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara”.

21 September 1965: Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI Nomor 291 tahun 1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.

30 September 1965 pagi 

Ormas PKI Pemuda Rakyat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.

30 September 1965 Malam  

Terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut  GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh): PKI menculik dan membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA Halim, mereka adalah: 

1. Jenderal Ahmad Yani,

2. Letjen R. Suprapto, 

3. Letjen MT. Haryono, 

4. Letjen S. Parman, 

5. Mayjen Panjaitan dan

6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo. 

PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution. PKI pun membunuh Aiptu Karel Satsuitubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga rumah kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan rumah Jenderal A.H. Nasution. 

PKI juga menembak putri bungsu Jenderal A.H. Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yang berusaha menjadi Perisai Ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.

G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu: 

1. Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan

2. Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta 

3. Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.


Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah Perwira ABRI (TNI/Polri) dari berbagai Angkatan, antara lain:

Angkatan Darat:

1. Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, 

2. Brigjen TNI Soepardjo dan

3. Kolonel Infantri A. Latief.


Angkatan Laut:

1. Mayor KKO Pramuko Sudarno, 

2. Letkol Laut Ranu Sunardi dan 

3. Komodor Laut Soenardi.


Angkatan Udara:

1. Men/Pangau Laksda Udara Omar Dhani, 

2. Letkol Udara Heru Atmodjo dan 

3. Mayor Udara Sujono.


Kepolisian: 

1. Brigjen Pol. Soetarto,

2. Kombes Pol. Imam Supoyo dan 

3. AKBP Anwas Tanuamidjaja.


1 Oktober 1965 

PKI di Yogyakarta juga Membunuh 

1. Brigjen Katamso Darmokusumo dan 

2. Kolonel Sugiono. 

Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yang telah mengambil Alih Kekuasaan.


2 Oktober 1965: Letjen TNI Soeharto mengambil alih Kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dari PKI.

6 Oktober 1965: Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha melegalkan G30S, tetapi ditolak, bahkan terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.

13 Oktober 1965: Ormas Anshor NU menggelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di seluruh Jawa.

18 Oktober 1965:  PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk Pengajian. 

Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah keracunan mereka dibantai oleh PKI dan jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa/Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. 

Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yang dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi Saksi Mata peristiwa. 

Peristiwa Tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.

19 Oktober 1965:  Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.

11 November 1965: PNI dan PKI bentrok di Bali.

22 November 1965:  DN Aidit ditangkap dan diadili serta dihukum mati.

Desember 1965: Aceh dinyatakan telah bersih dari PKI.

11 Maret 1966: Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberi wewenang penuh kepada Letjen TNI Soeharto untuk mengambil langkah Pengamanan Negara RI.

12 Maret 1966: Soeharto melarang secara resmi PKI. 

April 1966: Soeharto melarang Serikat Buruh Pro PKI yaitu SOBSI.


13 Februari 1966:  Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan: 

”Di Indonesia ini tidak ada partai yang pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar Partai Komunis Indonesia…”


5 Juli 1966: Terbit TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS RI Jenderal TNI A.H. Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.

Desember 1966: Sudisman mencoba menggantikan Aidit dan Nyoto untuk membangun kembali PKI, tetapi ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1967.

Tahun 1967: Sejumlah Kader PKI seperti Rewang, Oloan Hutapea, dan Ruslan Widjajasastra bersembunyi di wilayah terpencil di Blitar Selatan bersama Kaum Tani PKI.


Maret 1968: Kaum Tani PKI di Blitar Selatan menyerang para Pemimpin dan Kader NU, sehingga 60 (enam puluh) orang NU tewas dibunuh.

Pertengahan 1968: TNI menyerang Blitar Selatan dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.

Dari tahun 1968 s/d 1998

Sepanjang Orde Baru secara resmi PKI dan seluruh mantel organisasiya dilarang di seluruh Indonesia dengan dasar TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966. Dari tahun 1998 s/d 2015

Pasca Reformasi 1998

Pimpinan dan Anggota PKI yang dibebaskan dari Penjara, beserta keluarga dan simpatisanya yang masih mengusung IDEOLOGI KOMUNIS justru menjadi pihak paling diuntungkan, sehingga kini mereka meraja-lela melakukan aneka gerakan pemutar balikkan Fakta Sejarah dan memposisikan PKI sebagai PAHLAWAN Pejuang Kemerdekaan RI. 

Sejarah Kekejaman PKI yang sangat panjang, dan jangan biarkan mereka menambah lagi daftar kekejamanya di negeri tercinta ini.

Semoga Alloh SWT senantiasa melindungi kita semua. Aamiin

BAGIKAN SEJARAH INI.  JADIKAN PELAJARAN

BUAT GENERASI YANG AKAN DATANG

(Sumber: Kiriman via WA) 

PKI reborn?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nelung Dina

HYPNOWRITING AND Croc Brain

Seminar Nasional Riset Linguistik dan Pengajaran Bahasa (SENARILIP-5), 1-2 OKT 2021