Muludan, Rajaban, Ayam Remasul

Ayam Remasul, Muludan, dan Rajaban


Ketika saya kecil di kampung dulu, saya sering mendengar istilah "ayam remasul" digunakan dalam keseharian. Istilah "remasul" berasal dari kata "rasul" atau "rosul". Yang dimaksud dengan rasul/rosul di sini adalah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Mengapa istilah itu dikaitkan dengan ayam dan rasul Muhammad SAW?

Penduduk kampung kami 100% beragama Islam. Masalah ritual keagamaan sangat kental dijalani oleh masyarakat di kampung kami (dan di kampung lain). Acara ritual keagamaan yang menjadi primadona adalah perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan perayaan Isro Mi'raj.  Setiap bulan Robi'ul Awwal atau bulan Mulud menurut kalender (dan mulut) orang Jawa, kami pasti merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad yang bertepatan dan Perayaan peristiwa perjalanan Nabi Muhammad dalam peristiwa Isro Mi'raj. Bagi kami, anak-anak yang belum mengerti kesulitan orang tua kami mencari penghidupan, bulan Mulud dan bulan Rajab adalah dua bulan yang istimewa. Pada dua bulan inilah kami bakal merasakan masakan istimewa. Orang tua kami pasti membuat tumpeng yang dilengkapi dengan daging ayam. Tumpeng itu memang harus disetor dan dikumpulkan di Masjid kampung kami. Kami biasanya juga ikut datang ke masjid untuk ikut merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan peristiwa Isro Mi'raj di bulan Rajab. Oleh karena itu kami menyebut perayaaan Muludan dan perayaan Rajaban.

Kembali ke tumpeng buatan orang tua kami. Biasanya memang tumpeng itu dilengkapi dengan lauk pauk yang sangat istimewa. Daging utamanya adalah daging ayam. Lazimnya ayam jantan atau ayam jago, kata orang di kampung kami. Karena tumpeng plus lauk daging ayam itu untuk digunakan perayaan muludan atau rajaban, ayam yang dipotong haruslah ayam jago yang sudah layak potong. Ayam jago itu dipotong dalam rangka perayaan Muludan dan Rajaban, maka disebut ayam jago remasul, maksudnya ayam jago yang sudah layak potong. Ayam jago itu sudah cukup besar untuk dipotong dalam rangka perayaan Muludan dan Rajaban. 

Perayaan Muludan sering kami plesetkan menjadi "mulutan", sedangkan peryaan Rajaban kami plesetkan menjadi "ragaban". Kenapa mulutan? Hari itu kami anak-anak dapat memanjakan mulut kami dengan makanan yang sangat istimewa karena tidak mungkin kami temui kecuali pada hari muludan dan rajaban saja. Ragaban berasal dari kata "ragab" dalam bahasa Jawa dialek Kulonan yang artinya senang atau bersenang-senang. Pada hari Rajaban, kami anak-anak bersuka cita karena kami mendapatkan makanan yang super istimewa. Orang tua kami memang tidak pernah memotong ayam kecuali  menjelang perayaan muludan atau rajaban. Di luar itu kami hanya memotong ayam kalau ayam kami sakit. Tentu kami tidak bisa membiarkan ayam sakit milik kami mati sia-sia tanpa dimanfaatkan untuk dipotong. Keterbatasan kami dalam hal kesehatan dan keterbatasan ekonomi sering menjadi pembenar kami memotong dan mengkonsumsi ayam sakit. 

Kebiasaan merayakan muludan dan rajaban masih berlanjut sampai hari ini. Bahkan jenis makanan yang disajikan lebih istimewa daripada dahulu sewaktu saya masih kecil. Hanya saja hari ini saya sudah sekian puluh tahun tidak menyaksikan dan ikut merayakan muludan dan rajaban ala kampung kami. Di bulan Mulud dan Rajab orang-orang di kampung kami memotong ayam remasul.


AYAM REMASUL, MULUDAN, DAN RAJABAN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nelung Dina

HYPNOWRITING AND Croc Brain